Thursday, March 17, 2005

A Piece Of A Man's Heart

Inilah cerita seorang istri ttg suaminya:

Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di hati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.

Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-2 saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-2 sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis
seperti seorang anak yang menginginkan permen.

Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan.
Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan.
Rasa sensitif-nya kurang.
Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.

"Mengapa?", dia bertanya dengan terkejut.

"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan"
Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?

Dan akhirnya dia bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?"
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan,
"Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam hati saya, saya akan merubah pikiran saya: Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung dan kita berdua tahu jika kamu memanjat
gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukannya untuk saya?"

Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."

Hati saya langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada dirumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan oret-2an tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan....

"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu,
tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."

Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya. Saya melanjutkan untuk membacanya.

"Kamu bisa mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program di PC-nya dan akhirnya menangis di depan monitor, saya harus memberikan jari-2 saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya."

"Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa
mendobrak pintu, dan membukakan pintu untukmu ketika pulang.".

"Kamu suka jalan-2 ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi, saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu."

"Kamu selalu pegal-2 pada waktu 'tamu baikmu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal."

"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi 'aneh'. Dan harus membelikan sesuatu yang dapat
menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan hal-hal lucu yang aku alami."

"Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu."

"Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah.
Menceritakan warna-2 bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu".

"Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati.
Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku."

"Sayangku, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari saya mencintaimu. Untuk itu sayang, jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku, mataku tidak cukup bagimu, aku tidak bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki,
dan mata lain yang dapat membahagiakanmu."

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya.

"Dan sekarang, sayangku, kamu telah selesai membaca jawaban saya.
Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana menunggu jawabanmu."

"Jika kamu tidak puas, sayangku, biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit
hidupmu. Percayalah, bahagiaku bila kau bahagia.".

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.
Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.

Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari hati kita karena kita merasa dia tidak dapat
memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.

Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".

========

Awalnya dikirim oleh Wisnu (Inuk) di milis EDUA, dan terjadilah diskusi yang cukup seru menyangkut: bunga, cinta, sastra, linguistik, bahkan perhotelan :) Untuk lebih lengkap, silahkan baca comment-nya.

26 comments:

Anonymous said...

Wah... elok nian kisahnya...
Salut.

Anonymous said...

Wiiiih ceritanya sedih hiks hiks

Anonymous said...

bukan sedih, Na, tapi mengharukan....
so touchy geto loh...
ada ga ya pria seperti itu....
hhmm....

;p

Anonymous said...

Ada dan gak ada... kadang2 ada, kadang2 gak ada

Hehehe getu loh

Anonymous said...

ada kok..aku kenal satu orang di sini..
mgkn pengirimnya kali ya..... huehuehueue..(siap didemo khalayak rame)

Anonymous said...

hhhhuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu......

Anonymous said...

cinta... hati... mereka merdeka, cukup badan kita yang memenjarakannya.
Kisah pria itu memang yang seharusnya dilakukan si pria itu dan pria di manapun. Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan si pria dan di break down oleh si pria di surat buat istrinya, emang yang harus dilakukan oleh orang yang sayang ama orang yang disayanginya. Kalo aku sebagai perempuan apa yang dilakukan si pria itu sih nothing special hehehehe... karena emang harus begitu... justru aku menunggu 'bunga' buat membedakan apa yang wajib dilakukan si pria, dan apa yang spesial dilakukan si pria terhadap orang yang disayanginya.
cinta emang nggak selalu berwujud 'bunga', tapi 'bunga' selalu diperlukan pada saat segalanya jadi biasa.

Anonymous said...

dengan kata lain :
kalo si pria ini ga romantis blas, mbok yao sekali2 bikin surprise, ato do something special buat si wanita, karena semua perhatian itu
(seperti yang disebutkan si pria dalam suratnya)
menurut wanita adalah merupakan rutinitas ato kewajiban yang memang harus dilakukan oleh pria,
jadi kalo si pria bikin kejutan kecil2an itu diartikan oleh si wanita bahwa si pria itu bener2
memperhatikannya, menyayanginya, mencintainya...

gitu ya, jr?

(kok kata lain-nya panjang banget ya, harusnya
"dengan kalimat lain" heeee....)

Anonymous said...

whaduhh...lhoh kok...bikin aku heran juga..
para sarjana sastra...biasanya ngambil moral ceritanya kan..

klo masalah romantis..ya relatif...tergantung selera
siapa ...yg jelas si pria udah melakukan apa yg ia bisa untuk istrinya..

kalo istrinya kurang puas dia juga rela
kok..pengorbanannya itulah yg disebut
romantisme...bukan hal2 yg indah saja atuhhh neng...

soal bunga...itu hanya simbol...bukan bunga riil yg dinginkan si wanita..

dr cerita kan udah kebaca si wanita akhirnya sadar apa arti cinta... yaitu saat dia keliru mengartikan kasih
sayang si pria..yaitu saat dia sadar dia bisa menerima semua kekurangan suaminya...

That's the Moral....I supposed...
(bole ga setuju dan bole ngritik kok...)
tp ga bole ngitik-ngitik.....pake jari yg lentik
ntar malah terkikik-kikik ...sampe kecekik udah ah
..titik.

Anonymous said...

Mungkin begitu.. Justru aku akan heran banget kalo ada laki-laki yang nggak melakukan hal-hal yang diungkit-ungkit si pria di surat buat istrinya. Hehehehe...

Anonymous said...

sastra?
hhmmm......

sastra kan bisa beda2 intepretasinya pada tiap orang, kamu dari sudut pandang pria, dan kami dari sudut pandang wanita (ciiieeee.....)
sudut pandang aku dan sudut pandang jr juga bisa beda kan?

hehehheh.. itulah sastra....

Anonymous said...

wah syeruu iki...
IMO, sebenernya saat si istri ngasih pertanyaan (yg cuman konseptual), sang suami juga 'seharusnya' ngasih jawaban yg konseptual, tp kan cerita jadi garing deh... lebih dramatis kalo dia ninggal surat & bla bla bla... jadilah sebuah cerita yg bisa ditangkep secara konseptual (yg tanpa terbelenggu raga ;) dengan bumbu emosional ihiiks...

kulit & isi selalu saling melengkapi, tema & cerita harus selalu kompak, kayak Thompson & Thomson... hehehe...

Anonymous said...

Hehehehe jadi pingin kaya masa kuliah dulu nih.. Jadi kita buka kuliah seminarnya niih...

Wild Lullaby wrote:
whaduhh...lhoh kok...bikin aku heran juga..para sarjana sastra...biasanya ngambil moral ceritanya kan..


Moral cerita? Hehehehe.. apa yaa? Aku rodo lali ee, bahkan aku lupa kalo aku sarjana sastra hehehehe... Moral? Apa ya moral? Nilai tentang sesuatu itu baik atau buruk ya? Atau makna yang kita dapat dari cerita itu kah?

klo masalah romantis..ya relatif... tergantung selera siapa ...yg jelas si pria udah melakukan apa yg ia bisa untuk istrinya..

Romantis? Betul tergantung selera. Pada saat si istri memerlukan romantisme seperti anak kecil yang sangat mendambakan permen, dan si suami me 'review' kembali apa yang telah diperbuat untuk istrinya dan istrinya lalu menyadari kesalahannya, aku hanya bilang ke diriku sendiri, "hey istri, kamu terharu sekarang karena suamimu sedang melakukan sesuatu yang romantis, dan itu hanya menunda keinginanmu buat meninggalkannya sekarang. Dalam beberapa waktu kamu pasti akan memikirkan lagi betapa membosankannya hari-hari yang kamu lalui".

kalo istrinya kurang puas dia juga rela kok.. pengorbanannya itulah yg disebut romantisme...bukan hal2 yg indah saja atuhhh neng...

Di part ini aku sangat setuju. Cinta memang harus dibebaskan pada saat dia pingin pergi. Pengorbanan si suami untuk merelakan cintanya pergi so touching. Tapi lebih touching lagi neeeh... karena istrinya menyadari bahwa dengan hal-hal yang suaminya dengan bangga memb break down hal-hal baik yang telah dia lakukan, si istri jadi tahu bahwa hanya dia yang mau bertahan ama si suami, perempuan lain apalagi dian huh... bye-bye... Jadi si istri memilih bertahan sampai bosan kembali menyerang... hehehehehehe... catatan: si dian sebel karena suaminya suka ngungkit-ngungkit kekekeke...dan nggak berjuang lagi cuman nunjukkin: eh gue udah baik lagi ama elo...bersyukur dooong... mau syukur kagak juga gak papa...kekekekeke

soal bunga...itu hanya simbol... bukan bunga riil yg dinginkan si wanita..

Aku tahu itu lageeeee.... Heee.. meskipun jadi-jadian gue perempuan lageeeee.... Aku juga nggak bilang kalo itu bunga deposito kaaaan?...

dr cerita kan udah kebaca si wanita akhirnya sadar apa arti cinta ..yaitu saat dia keliru mengartikan kasih sayang si pria..yaitu saat dia sadar dia bisa menerima semua kekurangan suaminya...

Hihihihihi.. selamat deh kalo gitu...

That's the Moral....I supposed...
(bole ga setuju dan bole ngritik kok...)
tp ga bole ngitik-ngitik.....pake jari yg lentik ntar malah terkikik-kikik... sampe kecekik udah ah.. titik.


Hihihihihihi....

Anonymous said...

Yang pasti aku sarjana linguistics, gak bisa ngliat dari sudut sastranya,..hik hik,...
Tapi crita itu touchy bener dan setuju bahwa kita mengartikan Cinta jangan selalu indah dan romantis. Kadang2 sesuatu yang tragis dan kliatannya "buruk" malah pencerminan dari Cinta. Cinta kadang diinterpretasikan sedemikian rupa sehingga kalo gak dapat seperti yang dikhayalkan kesannya gak ada lagi Cinta itu. Padahal bentuk dan sosok Cinta bisa berubah seiring waktu. Cinta remaja pas pacaran akhirnya brubah waktu kita sudah menikah.
Jadi sebaiknya Cinta pun harus realistis, take n give, jangan mengharap sesuatu yang muluk dulu padahal apa yang kita beri belum tentu sebesar yang kita harapkan dari dia.
(koq panjang yaaa... padahal ngakunya lingusistics :))

Anonymous said...

tuhhhhh kaaannnn....
beda lagi kalo dilihat dari sudut pandang orang linguistics...
hehhehe...

Anonymous said...

Ini dari sudut pandang anak satra yang malah berubah memperdalam perhotelan...

Menurut aku kalo memang cinta ya terima apa adanya. Kalo pada dasarnya si pria nggak gape mengungkapkan perasaan dengan kata-kata dan surprise what so ever ya udah. Kan masa pacaran yg 3th dan menikah 2th sudah cukup untuk kedua belah pihak saling memahami.
Kalo pingin tau apa si pria bener-bener cinta apa nggak, dengarkan kata hati nurani, pasti merasa kok. Memang kadang cewek kalo lagi pingin di-romantis-in jadi gombal banget, maunya yang rada aneh-aneh. Tapi kalo yang nggak suka digombalin (kayak aku ini :p) justru kesederhanaan cinta itu yang mengharukan.

Anonymous said...

hikssss.... jadi tambah terharu....

terus hubungannya ama perhotelan apa????
hahahhahaha..... ;p

Anonymous said...

Iya aku lupa teori sastra, maklum juga anak lingusitik (ngeles.... tp teori linguistik jg lupa apalagi yg namanya syntax, semantics, phonology, phonetics). Aku sih lebih ke aliran pragmatisme. Drpd aku mencari moral of the story, mending kasih solusi:
1. Aku beliin buku John Gray's Men are from MArs and Women are frm Venus buat psangan tsb
2. Suruh mereka baca ceritanya Socrates (ato Aristoteles ....) tentang perkawinan.

Kalo masih belon mempan juga:
1. Si Istri bisa cari pasangan seorang pedagang bunga.
2. Si suami cari pasangan lagi yg ngga suka bunga. Cari yg suka coklat, boneka, kartu, dll.

So, it's done. Everybody happy.
Nah kl tetep keukeuh ama pasangan, ya balik lagi. Itulah cinta. (Mungkin sih, eh tp belon tentu jg balik karena cinta. Siapa tau karena kasihan anak ato citra diri di masyarakat, atau kaya jaman siti nurbaya yg ortunya ada utang jd mo pisah mikir2x dlll. Wah ini harus diperjelas nih latar belakng ato backgroundnya. Lha Toni, coba jelaskan dulu, pasangan ini udah punya anak belon? Ato tokoh masyarakat gitu? Ato latar belakang perkawinannya? Ini biar objektif gitu my analysis. GImana sih Ton. Ayo lengkapi dulu ceritanya!!! )

Anonymous said...

weleh... kok aku disebut2? O:-)
dudu aku Fir sing nulis... tapi aku kenal kok karo arek'e sing nulis kuwi...
jenenge wisnu cah purwokerto
opo kon pingin tak kenalno? ;-)

betewe, tapi ya begitulah sastra...

"sometimes word has two meanings" (Stairway To Heaven - LZ)

Anonymous said...

Iyo bener,Ton. Fira Bener menyebut namamu... Yok opo? ceritakan sejujurnya!!!
Dah ngaku aja!!! Biar hukuman makin ringan!!!
Walopun yg nulis org laen, tapi kan kamu kan jagonya masalah per-CINTA-an?
Hayo cepet ngomong!!!

Anonymous said...

wesss... mbelgedez ancene koen...

Not play at all!

Anonymous said...

sepakaaaaattt....heuhuehuhe...
kesederhanaan...

"sometimes what you want...ain't what you really need"

tp lumayan kok dah pada menganalisa lebih obyektif
..mengkaji dari cerita itu..
bukan asal menilai dari sisi subyektif selera pribadi..
soalnya kan kita ga bisa men-judge seseorang atau pasangan kalo kita ga kenal mrk bgt..jadi yg ada hanya mencoba menilai dr sisi cerita/mereka.. bukan menilai dr keinginan/ego kita yg baca..qeqeqeqeqe..

memang cerita hanyalah sebuah cerita...
entah itu realita atau cuman fiksi belaka..

yg jelas ... kita kan dapat mengambil suatu makna..
ttg cinta..atau apapun namanya..

"Love, ia not what you got..it is what you can give"
kata Jeff Keith dr Tesla.

Anonymous said...

What’s worth nothing else but love?
Take a walk down any street now
Every one of us in our own little world
Looking for a heart with whom to beat now


("Home", Simply Red)

Anonymous said...

"The wounds she gave me... were the wounds that would heal me"
[Sting: I was brought to my senses]
*ecek-ecek uduk-uduk*
uuukk.. uukk... ayeeee... Aaaku tak mau, kalo aku dimaduuu...
Bir-e tambah siji maaaak!!!

Anonymous said...

Sepertinya Aku setuju dgn apa yg disampaikan Inuk... [ato mgkn inikah yg dinamakan romantisme kaum lelaki?]
Tapi... ah.. aku durung tau duwe pengalaman menikah so... no comment wae lah, soalnya ntar dibilang sok teori. ehhehe...

Anonymous said...

Ini kalo jadi bahan kuliah subjectnya: Love: Theory I; Theory II, Practice I, Practice II; Seminar... hehehehehe.. Seminarnya paling rame. Ada yang berdebat soal subyektivitas dan obyektivitas dalam mencari moral cerita. Padahal apa sih obyektivitas selain kumpulan subyektif-subyektif hehehehe.... Tapi ya namanya individu-individu yang berkumpul pasti punya perbedaan-perbedaan pandangan ada yang dari kacamata sastra, linguistik, perhotelan, suami, laki-laki, perempuan. Itulah yang membuat hidup berwarna. Dan juga cinta. Dan juga mates. Makanya aku nggak dijodohkan ama Wisnu karena aku bakal eker-ekeran soal kewajiban dan romantisme, makanya aku nggak berjodoh ama Radex karena kita sama-sama abstrak dan absurd, makanya aku nggak berjodoh ama Dondon karena udah ada Rere... hehehe yang ini gak berhubungan blas ya?